Berita GKMI

Apa itu Sidang Raya Sinode GKMI?

| Selasa, 27 Agustus 2024

Setelah 4 tahun diadakan persidangan MPL, tahun ini kita kembali mengadakan Sidang Raya, yang ke XXIX. Biasanya Sidang Raya disebut-sebut sebagai “babak yang baru”, karena adanya pergantian dalam kepengurusan Sinode GKMI. Tetapi apakah hanya itu fungsi dari sebuah Sidang Raya? 

Sebagaimana kita ketahui bersama, Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) lahir tanggal 6 Desember 1920. Berbicara mengenai Sidang Raya, mau tidak mau kita harus membuka lembaran sejarah GKMI sejak masih bernama Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwee atau Gereja Tionghoa Muria. Di tahun 1935, ketika gereja-gereja yang tergabung dalam Kauw Hwee semakin banyak, maka dibutuhkanlah sebuah sarana komunikasi dan koordinasi untuk membicarakan hal-hal penting secara bersama-sama. Maka di tahun 1941, diadakanlah semacam rapat proto-klasis pertama. Mengapa disebut proto-klasis? Karena Klasis Muria secara resmi baru terbentuk menjelang Sidang Klasis Muria pertama pada tanggal 18-22 April 1948, bersamaan dengan penetapan Tata Gereja 1948. 



Tata Gereja 1948 ini sangat penting dalam perjalanan sejarah GKMI, karena merumuskan fungsi klasis, yaitu: “Mengoesahakan serta memelihara berdirinja Geredja-geredja atau Sidang-sidang Djemaat, Sekolah Minggoe, Kursus Theologie, dan lain-lain sebagainja, jang berhoeboengan dengan pekerdjaan serta oesaha-oesaha Geredja kita.” Berdirinya Klasis Khu Hwee Muria juga terdorong oleh keinginan untuk menjaga jati diri Khu Hwee Muria sesuai prinsip Doopsgezinde atau Mennonite. Khu Hwee Muria tidak ingin terhisap ke dalam Dewan Gereja-gereja Kristen Tionghoa di Indonesia Sinode Jawa Tengah. Persidangan Klasis Khu Hwe Muria ditetapkan untuk diadakan setahun sekali dan berfungsi sebagai wadah perundingan dan persekutuan. Namun meski ditetapkan untuk diadakan setahun sekali, kondisi politik Tanah Air yang tidak menentu menyebabkan Persidangan Klasis tidak dapat diadakan secara rutin. 



Persidangan Khu Hwee VII pada tanggal 21-22 Maret 1956 merumuskan suatu hal yang sangat penting, yaitu pembaruan organisasi Khu Hwee. Jika sebelumnya hanya ada Badan Pengurus yang bertugas mengurus segala keperluan Kauw Hwee, maka pada persidangan itu dirumuskan bahwa organisasi Kauw Hwee tersusun atas Badan Pekerja yang menjalankan fungsi eksekutif, serta Dewan Perwakilan Gereja yang terdiri dari Badan Pekerja, para Perwakilan Jemaat, dan Komisi-komisi. Jadi selain Persidangan Klasis Khu Hwee Muria yang diadakan setahun sekali, kini dibentuk pula Dewan Perwakilan Gereja yang bersidang 4-6 kali setiap tahunnya.

Salah satu persidangan yang patut ditandai dalam sejarah adalah Sidang Darurat Kauw Hwee pada tanggal  31 Januari 1958 di Jepara. Dalam persidangan ini, nama Khu Hwee Muria diubah menjadi Persatuan Gereja-Gereja Kristen Muria Indonesia, atau singkatnya Sinode Muria. Perubahan ini diperlukan untuk memiliki identitas hukum yang kuat. Juga setelah sempat sistem kepemimpinan Presidium dibentuk dalam Persidangan Sinode Muria VII di tahun 1960, pada akhirnya sistem Badan Pimpinan Harian (BPH) Sinode yang bertahan hingga sekarang sejak pembentukannya dalam Persidangan Sinode Muria IX tahun 1962.



Sidang Raya terus berevolusi seiring dinamika yang terjadi. Tata Gereja GKMI tahun 2019 menetapkan Persidangan Raya Sinode GKMI diadakan sedikitnya 5 tahun sekali, dengan Persidangan Majelis Pelaksana Lengkap (PMPL) Sinode GKMI diselenggarakan setahun sekali atau setidaknya 3 kali dalam 1 periode Persidangan Raya. Selain pergantian kepengurusan Sinode GKMI, Tata Gereja 2019 juga menyebutkan perihal Persidangan Raya membuat dan menetapkan Rencana Induk Jangka Panjang (RIJP) dan Jangka Pendek, menetapkan Asas Kepercayaan dan Tata Gereja, dan hal-hal penting lainnya. 

Bagaimana dengan Persidangan Majelis Pelaksana Lengkap (PMPL)? PMPL adalah sarana pendalaman dan penjabaran mandat atau keputusan Persidangan Raya ke dalam rencana strategis pelaksanaan program-program tahunan Sinode GKMI. Baik bagi Sidang Raya maupun PMPL, masing-masing GKMI mengirimkan dua perwakilan yang terdiri dari Hamba Tuhan dan Majelis. 



Nah, kini kita sudah memahami bahwa Persidangan Raya serta PMPL merupakan sarana urun rembuk dan pengambilan keputusan yang sangat penting demi keberlangsungan Sinode GKMI dan GGKMI. Sebagai peserta persidangan sudah siapkah kita mengikutinya dengan serius dan antusias? Sebagai keluarga besar GGKMI di manapun kita berada, marilah kita mendukung dan mendoakan agar Persidangan Raya XXIX terus berjalan baik dalam naungan pimpinan Tuhan. Biarlah segala kemuliaan hanya untuk Tuhan dan kiranya Sinode GKMI semakin bergerak dan berdampak ke depannya. 

Sumber:

  • Tunas yang Tumbuh 1 & 2, Sejarah Gereja Kristen Muria Indonesia 1920-1977, Yudha Lelana.
  • Tata Gereja: Tata Dasar dan Tata Laksana, Sinode GKMI, Pustaka Muria Sinode, 2019.