Berita GKMI

Berbahasa Roh untuk Memuliakan Tuhan

| Kamis, 17 November 2022

Sepanjang kurang lebih 12 tahun saya bergereja di GKMI, cukup sering saya mendengar selentingan kalau GKMI kurang menonjolkan karunia berbahasa Roh. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, orang-orang di luar GKMI men-cap GKMI sebagai gereja yang “anti dengan karunia bahasa Roh”. Waduh, apakah benar demikian? 

Sebelum bergabung dengan GKMI, saya bergereja di Gereja Isa Almasih (GIA), sebuah gereja berlatar belakang pentakosta-karismatik, yang tentunya sangat familiar dengan karunia bahasa Roh. Dan saya sendiri dikaruniai Tuhan untuk berbahasa roh sejak umur 12 tahun, bahkan sebelum saya dibaptis. Saya menerimanya lewat penumpangan tangan beberapa orang dalam sebuah rumah pelepasan. Ya, waktu itu saya nakal sekali, sehingga perlu didoakan. Dan memang, seiring dengan karunia itu, Tuhan menganugerahkan pembaruan hidup, meski sekarang pun saya masih terus berproses bersama Tuhan. 

Dalam tulisan ini, saya mewawancarai Iman Santoso, seorang jemaat dari GKMI Anugerah Rayon Kembangan (ARK), mengenai pengalaman hidupnya berkaitan dengan karunia berbahasa roh. Juga Pdt. Timotius Adhi Dharma, Sekretaris Umum GKMI.

“Jujur, dulu saya tidak tertarik dengan karunia ini karena nggak ngerti fungsinya secara praktikalnya, dan juga karena banyak stigma negatif tentang karunia bahasa roh,” bagi Pak Iman, “Tetapi ada momentum yang merubah paradigma saya, yaitu saat pertama kali hadir di sebuah kelompok kecil yang dihadiri sekitar 15 orang. Dalam persekutuan itu saya hanya kenal 1 orang saja, yaitu orang yang mengajak saya.”

Pak Iman berkisah bahwa saat worship, orang-orang dalam persekutuan itu berbahasa roh. Yang ajaibnya, mereka mampu "membaca" pergumulan dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala Pak Iman. Padahal mereka tidak mengenalnya sama sekali. “Dan saat itulah saya mulai tahu. Oohhh… Inilah yang namanya bernubuat,” katanya. Bahkan di saat itu pula, Pak Iman mendapatkan mujizat kesembuhan yang tidak pernah ia minta, yaitu terjadi adjustment pada tulang pinggul dan kedua kakinya. “Pengalaman rohani inilah, yang akhirnya mengubah pola pikir saya yang selama ini hanya berupa teori, menjadi lebih lengkap karena mengalami secara langsung,” kisahnya.

Seiring berjalannya waktu, Pak Iman yang awalnya berprasangka negatif, bahkan tidak pernah minta karunia ini, karena kemurahan-Nya, malah Tuhan berikan karunia berbahasa Roh. Momentumnya adalah ketika Pak Iman hadir di sebuah seminar. “Ketika itu tiba-tiba seorang teman komsel terdorong untuk mendoakan saya agar memiliki karunia bahasa Roh, dan saat itulah saya mendapatkan karunia ini,” kata Pak Iman. Dan Tuhan memakai Pak Iman untuk mendoakan teman-teman lain yang belum memilikinya.

“Saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan mengapa saya diberikan karunia ini. Namun saya merasakan pentingnya karunia ini secara pribadi maupun dalam pelayanan. Hubungan pribadi saya dan Tuhan terbangun semakin intim. Dan pada kondisi tertentu, seperti ketika berada dalam masalah atau tekanan, karunia ini sangat menolong,” jelasnya. Pak Iman bersaksi bahwa beberapa kali Tuhan memberi "breaking news" supaya saat itu berbahasa Roh–misalnya saat menyetir. “Dan ternyata memang terjadi hal yang tidak diduga,” kata Pak Iman.

Hal ini serupa dengan yang saya alami, yaitu ketika saya menghadapi permasalahan yang berat, bahkan sampai mulut ini tidak mampu untuk berdoa karena tidak tahu harus berdoa bagaimana. Dalam keadaan demikian, saya biasanya melakukan worship. Saya menyanyikan puji-pujian, kemudian lewat bahasa roh, Roh Kudus seolah berdoa buat saya, menyampaikan doa-doa yang tak terucapkan kepada Allah. Hal ini sesuai dengan Roma 8:26, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” Setelahnya saya merasa tenang. Saya meyakini di dalam roh, Tuhan sudah memberikan jalan keluar dan saya dimampukan untuk melewati permasalahan itu.

Menurut Pak Iman, karunia ini juga dapat membangun orang lain dalam komunitas orang percaya. “Karunia berbahasa Roh menjadi semacam ‘kunci pembuka’ untuk karunia lainnya, seperti karunia bernubuat, pelepasan, penyembuhan, dan lain-lain. Jadi saat berbahasa Roh, ada semacam dorongan tertentu–atau seperti mendapat ‘bocoran’, sehingga bisa lebih tajam atau spesifik saat mendoakan orang,” jelasnya, “Saat berbahasa Roh pula, seringkali muncul impresi-impresi tentang bagaimana menyampaikan respons yang tepat dan berguna dalam pelayanan, keluarga, bahkan dalam pekerjaan. Karena itu saya berbahasa Roh ketika mendoakan orang yang sakit parah dan tidak bisa diajak berkomunikasi normal, berdoa pelepasan, dan bernubuat untuk membangun orang lain,” lanjutnya.

Apakah Pak Iman mengerti apa yang dibicarakan ketika berbahasa Roh? “Saat berbahasa Roh pribadi, saya nggak ngerti, tapi saat orang lain yang berbahasa roh, kadang memang muncul penafsirannya berupa impresi, kata, gambar, dan sebagainya,” katanya. Pengalaman saya agak berbeda dengan Pak Iman. Justru ketika saya berbahasa Roh, saya kurang lebih bisa mengartikannya. Dan jika orang lain yang berbahasa Roh, saya belum tentu bisa mengartikannya. 

Sebenarnya bahasa Roh itu seperti apa? Sepengalaman saya mendengar berbagai macam bahasa roh, setiap orang memiliki bahasa yang berbeda-beda. Kisah Para Rasul 2:4 menuliskan, “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Dan ketika itu orang banyak dari berbagai bangsa berkata bahwa mereka mendengar murid-murid Yesus berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah (ayat 11). Sampai di sini memang ada banyak penafsiran. Ada yang menafsirkan bahwa bahasa Roh adalah bahasa-bahasa yang ada di dunia, tetapi ada juga yang berkata bahwa bahasa Roh itu bahasa ilahi, dan Roh Kuduslah yang membuat orang-orang di hari Pentakosta mengerti dalam bahasa mereka masing-masing. 

O ya, satu hal yang juga menurut saya penting, sesuai dengan Kisah Para Rasul 2:4, bahasa Roh bukanlah sesuatu yang bisa dipelajari seperti bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dan bahasa-bahasa lainnya. Roh Kuduslah yang memberikannya kepada masing-masing orang, sesuai dengan hikmat-Nya (1 Kor 12:10-11). Jadi saya pribadi tidak setuju jika ada orang yang “mengajarkan” bahasa Roh atau meminta orang untuk menirukannya.

Jika di bagian awal tadi kita melihat bagaimana karunia bahasa Roh diberikan dan berfungsi untuk membangun keintiman dengan Tuhan, juga membangun komunitas, maka kita juga akan melihat bagaimana karunia ini dari sudut pandang GKMI. Saya pun coba bertanya kepada Pdt. Timotius Adhi Dharma. Beliau pun berkata bahwa sebenarnya mungkin GKMI hanya terkesan kurang menonjolkan karunia Roh, karena ada gereja-gereja lain yang sangat menekankan karunia Roh. Padahal karunia-karunia tersebut sudah menjadi bagian dari GKMI, sesuai dengan apa yang dikatakan Alkitab. Pdt. Timotius pun mengenal ada hamba-hamba Tuhan GKMI yang memiliki karunia berbahasa roh. Selain itu, asas GKMI yang kongregasional Sinodal sudah memberikan tempat kepada karunia-karunia Roh Kudus, misalnya lewat penumpangan tangan saat liturgi-liturgi khusus.

Lebih lanjut, Pdt. Timotius menyampaikan, “Seperti dalam Lukas 4:18-19, GKMI juga menyadari pentingnya pengurapan Roh Kudus. Meski demikian, GKMI lebih menekankan tujuan pengurapan tersebut, yaitu untuk menyampaikan Kabar Baik, memberitakan pembebasan, memberitakan tahun rahmat Tuhan, dan sebagainya. Karena itu muncullah PIPKA, MDS, juga Berita GKMI, demikian pula pembukaan cabang-cabang GKMI dan pemuridan yang terus berjalan. Khusus mengenai bahasa Roh, sesuai dengan 1 Korintus 14:4-6 dan 22, GKMI lebih menekankan karunia nubuat, karena nubuat itu berkaitan dengan komunitas, sedangkan bahasa Roh lebih bersifat pribadi, yaitu antara orang tersebut dengan Allah. Demikian pula GKMI tidak melarang seseorang untuk berbahasa Roh dalam ibadah, hanya sebagaimana dalam 1 Korintus 14:5 dan 26, jika seseorang berbahasa Roh, maka sebaiknya ada pula seorang berkarunia untuk menafsirkan bahasa Roh tersebut, agar bermanfaat untuk kebaikan bersama dan membangun jemaat.”

Sebagai penutup, Pak Iman menyampaikan, “Bagi yang belum memiliki, dan ada dorongan yang kuat dari Roh Kudus untuk berbahasa Roh, mintalah. Karena namanya karunia, pasti berguna. Bahkan rasul Paulus mendorong kita untuk meminta (1 Kor 12:31). Dan jika sudah memilikinya, terus gunakan secara tulus dan intentional, baik untuk membangun kedekatan dengan Tuhan maupun untuk membangun gereja sebagai tubuh Kristus.” Namun di sisi lain kita juga tidak boleh ngotot karena karunia-karunia, termasuk berbahasa Roh, diberikan Roh Kudus sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan, untuk pembangunan tubuh Kristus (1 Kor 12:11).