Berita GKMI

Bolehkah Orang Kristen Menyanyikan Lagu Sekuler?

| Senin, 01 Juli 2024

Nyanyian atau lagu menjadi bagian yang dekat bagi orang Kristen. Setiap waktu, atau paling tidak setiap hari Minggu dalam peribadahan, orang Kristen selalu menyanyikan lagu-lagu rohani. Nyanyian rohani menjadi sarana untuk memuji dan menyembah Tuhan, bahkan membangun spiritualitas. Meskipun perdebatan antara lagu rohani genre himne dan kontemporer masih terus bergulir, tidak dapat dipungkiri keduanya memiliki tempat yang krusial bagi kita. 

Dalam peribadatan maupun secara pribadi, musik yang dilekatkan pada lirik menolong kita untuk mengekspresikan isi dan suasana hati. Jika sedang bersukacita, lagu-lagu dengan tempo cepat menolong kita mengekspresikannya. Sebaliknya, dalam situasi bergumul tentu lagu-lagu dengan tempo lambat akan lebih mudah mewakili suasana hati. Baik lagu rohani maupun lagu sekuler, keduanya memberi pengaruh bagi pendengarnya. Maka muncullah pertanyaan, bolehkah orang Kristen menyanyikan lagu sekuler? 

Winardo Saragih menuliskan bahwa musik dan lagu dapat dianalogikan sebagai sebuah pisau. Pisau yang digunakan dengan tepat akan menolong penggunanya untuk tujuan yang baik. Sebaliknya, jika digunakan dengan tidak tepat, ia bisa melukai penggunanya atau bahkan melukai orang lain. Demikian pula musik atau lagu, selain berpotensi memberi pengaruh baik bagi pendengarnya, ia juga dapat berdampak merusak.

Banyak lagu yang hari-hari ini berbicara tentang Tuhan lain, putus asa, bahkan protes terhadap segala jenis situasi yang sedang terjadi. Lagu-lagu sekuler dengan bermacam-macam tema ada di sekitar kita dan mau tidak mau turut kita dengar meskipun tanpa disengaja. Lama-kelamaan kita dapat menyukai lagunya bahkan menghafal liriknya, apalagi jika sering diputar di tempat-tempat umum. 

Kritik yang muncul kemudian adalah lagu-lagu sekuler tidak memberi pengaruh yang baik terhadap kerohanian penikmatnya. Lagu-lagu rohani yang saat diciptakan memiliki tujuan untuk memuji dan menyembah Tuhan, atau membangun kekuatan pendengarnya saat sedang bergumul, seolah selalu berbanding terbalik dengan lagu-lagu sekuler dengan tema-tema di atas. Dengan asumsi tersebut, tak jarang kita jadi berkata, “Seharusnya orang Kristen tidak mendengar dan menyanyikan lagu-lagu sekuler.”

Dalam tulisannya, Saragih menambahkan bahwa lagu-lagu sekuler yang beredar hari-hari ini tidak hanya menjadi sarana luapan isi hati penciptanya, tetapi mulai digunakan sebagai sarana untuk menghujat Tuhan yang jelas-jelas berkebalikan dengan lagu-lagu rohani. Lirik yang dikenakan mengandung unsur protes dan hujatan kepada Tuhan. Pada tahun 1999, ada dua siswa yang melakukan tindakan penembakan di Columbine High School, Colorado setelah terpengaruh lagu-lagu dari sebuah band yang vokalisnya terkenal sebagai anti-Kristus. Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi di sekitar kita.

Menjawab pertanyaan utama di atas, saya berpendapat pada dua sisi. 

Pertama, tidaklah menjadi sebuah persoalan jika kita (orang Kristen) menggemari lagu-lagu sekuler selama tidak berpengaruh buruk pada pertumbuhan kerohanian dan menolong kita menghayati situasi (suka-duka) yang kita alami. 

Kedua, jika ternyata lagu sekuler yang kita dengar dan nyanyikan, memberi pengaruh buruk secara psikis maupun rohani, maka kita perlu bersikap bijak. Dengan begitu banyaknya lagu yang bisa kita akses tanpa batas, kita perlu bersikap kritis terhadap liriknya. Tidak semua lagu sekuler itu buruk, tetapi tidak semuanya juga membangun. 

Namun demikian, kita tidak bisa pula menilai kerohanian seseorang dari lagu apa yang ia dengarkan atau nyanyikan, bukan? Lagu atau musik hanya salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rohani seseorang. Di sisi lain, lagu dan musik juga anugerah Tuhan yang bisa kita nikmati.

Menurutmu, apakah menciptakan/menyanyikan lagu rohani dan sekuler itu sama di mata Tuhan?

“Beda, tergantung konteks dari isi lagunya. Ada lagu sekuler yang bisa juga menjangkau khalayak umum untuk bisa kenal Tuhan, dengan seakan-akan tidak ada unsur rohaninya (Kristenisasi). Semua lagu itu bagus, menggambarkan suasana hati dan sebagainya. Tapi menurutku lagu yang baik adalah lagu yang membangun dan memotivasi, bukan tentang patah hati dan selingkuh.” - Sharon Tanugraha, songwriter “Rencana-Mu Indah”

“Hampir sama, tapi tidak sama di mata Tuhan. Lagu sekuler kita ciptakan untuk pekerjaan dan menyenangkan konsumen. Tapi Tuhan bukan konsumen. Pujian kita adalah ucapan syukur, doa, harapan, rasa terima kasih untuk segalanya, untuk memuliakan nama-Nya, dan sebagai kesaksian kita menjadi pengikut Kristus.” - Stephanie Leander, songwriter “Derana”

“Ada samanya dan ada bedanya. Samanya, semua lagu pasti diciptakan dan dinyanyikan dengan harapan untuk menjadi inspirasi dan berkat bagi banyak orang. Menurut saya, itu yang baik di mata Tuhan. Sedangkan bedanya, ya pasti dari inspirasi, sikap hati, serta tingkah laku dalam menciptakan dan menyanyikan lagu itu. Karena objek dan tujuan dari lagunya pasti beda.” - Antoni Sawang, songwriter “Allah Tahu yang Terbaik”


==============================
*Referensi:
Saragih, Winardo.2008.Misi Musik: Menyembah atau Menghujat Allah.Yogyakarta: Penerbit Andi Ray, David R.2009.Gereja yang Hidup: Ide-ide Segar Menjadikan Ibadah Lebih Indah.Jakarta: Gunung Mulia

Ditulis oleh: Pdt. Paulus Dian Prasetya dan Sheila Rebeca