Berita GKMI

Sayap Berkat yang Tak Henti Mengudara

| Rabu, 21 Agustus 2024

Menjelang Persidangan Raya ke-29 Sinode GKMI, kita pasti sudah tidak asing lagi dengan “Radio Muria Jepara”. Bagaimana tidak, jika melalui media inilah publikasi pra-persidangan kita dapatkan. Bahkan hingga ke pasca acara. Lalu, sudahkah kita mengenal radio ini?


Awal mula Radio Muria Jepara

Tercetusnya Radio Muria Jepara (selanjutnya akan disebut RMJ) dimulai dari panggilan hati GKMI Jepara untuk mengabarkan injil melalui media penyiaran. Bapak Suryono Adidiyah (Koh Didik) akhirnya mencoba untuk mengembangkan panggilan ini dengan mencoba merealisasikannya di Sekolah Masehi milik GKMI Jepara, sembari mengumpulkan dukungan dari Majelis dan Jemaat gereja. Tetapi ternyata tidak semudah itu. Ada banyak pertentangan yang bermunculan, seperti kecemasan dan ketakutan jika digeruduk massa karena siaran berisi Injil tentang Yesus, sedang masyarakat Kristen di Jepara adalah minoritas.

Sampai ketika, Koh Didik menjadi Majelis Jemaat GKMI Jepara—termuda saat itu—dan berada di departemen misi. Pendirian radio gereja semakin gencar digaungkan, begitu pula dengan perlawanannya. Tetapi yang terjadi adalah justru dukungan itu didapatkan melalui gereja-gereja di Kabupaten Jepara, yang tergabung dalam BKSAG (Badan Kerja Sama Antar Gereja). Mereka saling mendukung dengan mengumpulkan tanda tangan yang kemudian diserahkan ke FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Jepara sebagai langkah awal mengurus berbagai macam perizinan yang sangatlah tidak mudah. Sinode GKMI juga turut memberikan rekomendasi ketika (Alm.) Pdt. Aristarchus Sukarto menjabat sebagai Ketua Umum.

Perjalanan panjang itu pun berbuah setelah tiga tahun lamanya. RMJ mengadakan siaran pertamanya pada 20 Mei 2007 di salah satu kamar pastori GKMI Jepara—persis di depan lonceng gereja, dengan pemancar radio FM berdaya sekitar 10 watt (radius 2,5 km). Pusat pemancar berada di atas gedung gereja, sampai sekarang. Pada akhirnya, proses perjuangan awal RMJ mendulang hasil dengan ditetapkan sebagai satu-satunya stasiun radio komunitas Kristen nasional yang diizinkan untuk siaran konten rohani secara penuh (pada waktu itu).

“Satu hal yang kami yakini, bahwa pertolongan Tuhan itu selalu datang tepat waktu. Jika memang itu panggilan dari Tuhan dan itu pula yang Tuhan mau, (maka) Tuhan akan buka jalan. Meskipun susah di depan kita, (tetapi) Tuhan yang beri hikmat,” tutur Claudia Salsalia Irawan, atau yang lebih akrab disapa Salsa, pemimpin redaksi sekaligus kreatif RMJ saat ini.


Perjalanan yang tak lekang pasang-surutnya

Mendirikannya saja sangat sukar, tetapi sepertinya untuk mempertahankannya lebih harus mati-matian. Peralatan yang dimiliki sangat minim, konten pun terbatas. Pernah ada kejadian ketika hujan badai, petir menyambar antena RMJ dan mematahkannya. Pengurus sempat stres lalu berdoa. Lagi-lagi pertolongan Tuhan datang tepat pada waktu-Nya. Ada seorang pendengar, bukan jemaat GKMI Jepara, datang dan memberikan tiang pemancar untuk dipakai—hingga sekarang. “Dari kisah itu, kami tidak mau berhenti berharap,” kenang Salsa.

Pengurus pun mencari dukungan ke sana kemari dan menabung untuk membeli alat-alat yang lebih canggih, selama 12 tahun. “Saya masuk di tahun ke-12 (2019), ditempatkan di bagian kreatif dan redaksi, padahal awalnya cuma pengen jadi penyiar aja. Sebelumnya belum ada (divisi) itu. Penyiar reguler cuma tiga orang, dan mereka masih setia sampai sekarang,” lanjutnya. Masuknya Salsa pada tim redaksi RMJ seakan menjadi angin segar bagi kelanjutan radio yang sempat pasang-surut selama bertahun-tahun. Mulai dari program acara, on-air, mengatur pujian, menyortir kiriman, hingga membuat daftar renungan, Salsa lakukan sebagai penyegaran radio ini.

Hingga tiba saatnya ketika RMJ dipaksa menghadapi pandemi. “Kita (bak) kerja rodi, semua peribadatan masuk ke situ (radio). Itu menjadi titik awal kegerakan dan transformasinya. Kondisi semakin memacu kita untuk berkembang dan maju,” terang Salsa. Tahun kedua pandemi (2021), RMJ memberdayakan Zoom sebagai media untuk saling terkoneksi dengan pendengar agar bisa “menjangkau tanpa batas”. Sebuah visi baru yang menggerakkan RMJ untuk bangkit dan menjangkau seluruh penjuru, “Kita udah ga mikir lagi kamu ada di mana. Tapi, di manapun kamu (ber-)ada, (kamu) tetap bisa mendengarkan Radio Muria Jepara.” 

Mengikuti munculnya radio streaming, web streaming, serta siaran dengan mengundang banyak pendengar via Zoom. “Kita undang gereja-gereja anggota BKSAG, mencari kisah-kisah inspiratif mereka ketika menghadapi tantangan pandemi. Bahkan kita undang pendeta kami yang ada di US, Pak Bambang Mulyono dan istrinya, Ibu Debora. Ternyata streaming-nya terdengar sampai di sana dengan suara yang jernih (pula). Kegerakan menjangkau tanpa batas!” timpal Salsa dengan antusias.

Sayangnya, dengan dirilisnya online streaming tidak membuat RMJ menjadi kebal akan sandungan lagi, “Saya sebagai tim kreatif yang tiap hari mikirin mau ngapain, (merasa) broken hearted (patah hati). Berasa ga ada artinya dan ga dapat apresiasi. Jemaat gereja adalah pendengar pasif, kita merasa berjalan sendiri. Mereka lupa, ketika pandemi datang, radio dioprak-oprak (dipaksa untuk bekerja). Sampai kita (pun) meragukan, apakah ada yang dengerin renungan dan pujian kita?”

Dampak broken hearted ini sampai membuat RMJ kehilangan gairah. Di tahun ke-15 mereka, tidak ada kegiatan apapun, bahkan merayakan HUT saja tidak. Seperti menjadi tahun perenungan bagi mereka.


Evolusi Radio Muria Jepara di bawah kepemimpinan baru

Dikarenakan RMJ berada di bawah Departemen Misi Majelis gereja, maka ketika terjadi pergantian pengurus Majelis, susunan pengurus radio pun ikut berubah dan Salsa ditunjuk sebagai pemimpin redaksi RMJ. Terbentuklah tim redaksional baru di bawah kepemimpinan Salsa. Penyiar-penyiarnya pun ikut diperbarui, mulai dari usia anak, remaja, dewasa, hingga senior. Dari jemaat GKMI Jepara, maupun jemaat gereja lain anggota BKSAG, seperti Alfa Omega, dan GITJ, bahkan ada pula yang berasal dari gereja Katholik. Mereka adalah penyiar-penyiar hasil dari seleksi terbuka yang diadakan oleh tim redaksi. Usia penyiar paling muda adalah 7 tahun dan yang paling tua 60 tahun.

RMJ menjadikan studio bukan hanya sekadar tempat siaran tetapi juga tempat edukasi. Semua penyiar mendapatkan pelatihan dasar serta pendampingan, seperti teknis, cara berbicara, intonasi, mengasah critical thinking, paham apa yang dibaca, dan attitude ketika berbicara. Sesuai dengan izin radio ini, yaitu radio komunitas edukasi, maka setiap akhir materi siaran akan diisi dengan feedback edukasi dan nilai yang penyiar dapatkan melalui materi yang ia bawakan.

Saat ini, ada sekitar 30an penyiar aktif yang terdiri dari 12 penyiar anak dan remaja, 10 penyiar dewasa, 13 penyiar Hamba Tuhan beserta istrinya. Semuanya ini bersifat voluntary, hanya tenaga multimedia saja yang menerima insentif. Ada beberapa program acara yang disegmentasi bagi penikmatnya masing-masing, seperti program untuk remaja, program renungan dari tim Hamba Tuhan dan istri, program berbahasa Jawa, hingga program musik keroncong; yang dibawakan dari pukul 5 pagi hingga 11 malam, dengan jadwal on-air di sesi pagi dan sore hari. Ketika mengudara, penyiar RMJ akan menyapa pendengarnya dengan sebutan akrab “kekasih muria”.



Tahun ke-16 (2023), RMJ serasa telah berevolusi menjadi kupu-kupu dengan me-launching channel YouTube “Radio Muria Jepara”. Meski sempat merasa bingung bagaimana cara mengelola konten audio visual beserta peralatan yang memadai? Maka kembalilah redaksi mengadaptasi cara “survive” sebelumnya: menabung! Selama satu tahun, terkumpullah peralatan dan ide-ide untuk membuat konten. Hingga perubahan drastis pun terjadi di tahun ini.


Menjadi media publikasi utama Sidang Raya ke-29 Sinode GKMI

GKMI Jepara dan PGMW IV telah ditunjuk untuk menjadi tuan rumah Persidangan Raya ke-29 Sinode GKMI. Berangkat dari pertanyaan: Siapa dari panitia yang akan mempublikasikan segala prosesnya? Sedang tim dokumentasi hanya mencakup foto dan video saja. Lalu ide “gila” itu muncul sekitar bulan Maret 2024, Salsa meminta izin kepada panitia lokal agar RMJ diberi bagian untuk meliput semua jalannya persidangan dari pra hingga pasca acara. Mengingat ini akan menjadi dokumen penting bagi GKMI Jepara dan PGMW IV secara keseluruhan. Jawaban itupun keluar di awal April: RMJ diperbolehkan untuk menjadi media publikasi Sidang Raya ke-29.

Redaksi pun langsung gencar membuat berbagai macam rencana konten, salah satunya adalah podcast, “Saya ingat betul ada yang pernah bilang: ‘Kamu tidak akan pernah bisa mengerjakan segala sesuatu itu sendirian. Kamu perlu berkolaborasi.’” Mulai dari panitia lokal, Pdt. Timotius Adhi Dharma, Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, Pdt. Paulus Hartono, semua dimintai pendapat dalam merumuskan ide podcast ini. Dengan sebuah tujuan: agar orang-orang yang mendengar podcast ini bisa mengenal lebih tentang GKMI. Maka tercetuslah nama program “Sudut GKMI”.

Bulan Juni 2024, episode perdana Sudut GKMI tayang di channel YouTube “Radio Muria Jepara” bersama Pdt. Timotius Adhi Dharma dengan total penonton (ketika artikel ini ditulis) sebanyak 394. Hingga di episode-nya yang ke-14, Sudut GKMI terus membahas tentang apa itu GKMI, bagaimana jati diri komunitas Mennonite, misi perdamaian bersama MDS Indonesia, misi penjangkauan bersama PIPKA, pemberitaan bersama Berita GKMI, tentang Sidang Raya GKMI, profil calon-calon pemimpin dan pengurus Sinode GKMI ke depannya, tentang masa depan GKMI bersama berbagai macam lapisan jemaat GKMI di berbagai daerah, persiapan Sidang Raya ke-29, hingga tour ke kantor baru Sinode GKMI yang diresmikan pada tanggal 19 Agustus 2024, bersamaan dengan Ibadah Pembukaan Sidang Raya ke-29. 

Ternyata dengan adanya kesempatan ini tidak menyurutkan feedback negatif yang diterima lagi, “Banyak orang yang mendiskreditkan. Sekretarisku, Lusi, bantu urus semua podcast, alat sampai teknis. Dari Juni sampai Agustus, yang kontrol hanya bertiga: saya, Lusi, dan Koh Yohanes (multimedia gereja).” Meski demikian, ada satu rhema di hati Salsa yang terus menguatkannya: Bahwa kita tidak perlu mendengarkan kata orang yang mencoba untuk menjatuhkan kita. Jika Tuhan sudah memilih kita, Tuhan juga yang akan membukakan jalan bagi kita. 

Momen Sidang Raya ke-29 dijadikan momentum bagi RMJ untuk terus dan semakin kreatif dalam berkarya, untuk bisa menjangkau tanpa batas sesuai dengan visi misi mereka. Selepas dari rangkaian acara Sidang Raya pun, akan ada program-program keberlanjutan lain yang sudah RMJ siapkan.


Tantangan yang tak akan pernah menjadi penghalang

Up and down dalam merawat dan mengembangkan pelayanan ini dialami dari waktu ke waktu. Hingga akhirnya RMJ bisa bertahan selama 17 tahun, tentunya itu bukan perkara yang mudah. Salsa menceritakan beberapa tantangan dalam melayani, merawat, dan mengembangkan radio ini. 

Pada siaran perdana penyiar remaja, mereka membahas tentang akil baligh (masa pubertas). Bahan materi siaran adalah buatan mereka sendiri dan hal ini yang membuat Salsa sempat ikut stres karena kedua penyiarnya ternyata tidak berani untuk bertanya langsung ke orang tua mereka, melainkan mengumpulkan materi lewat LKS (Lembar Kerja Siswa) dan buku paket dari sekolah, “Akhirnya (saya) jadi guru biologi, mengajari mereka tentang apa itu akil baligh. Saya pengen mereka untuk punya critical thinking (dengan mencari materi sendiri).” Esoknya, kedua penyiar cilik itu bercerita bahwa banyak dari teman-teman mereka yang mendengarkan siaran itu dan mendapat pengetahun yang sama. “Itu yang membuat saya bersemangat untuk (terus) lanjutkan,” kata Salsa.



Mengajarkan disiplin siaran kepada anak-anak juga menjadi tantangan tersendiri. Dengan berbagai macam alasan mereka, Salsa mengingatkan kita semua bahwa dalam melayani kita juga ingin menabur, terutama bagi anak-anak. Menjadikan stasiun radio sebagai sekolah kedua mereka. Mengajarkan serta melatih tentang sikap dan pembawaan diri, attitude. Sehingga perkataan dan perbuatan mereka mencerminkan nilai-nilai anak Tuhan, melakukan presentasi maupun menjadi MC pun bukan menjadi persoalan sulit bagi mereka. 

Tak jarang pula gangguan terjadi di tengah-tengah siaran. Ada frekuensi acara dangdutan yang tertumpuk, gangguan jaringan internet, hingga mati listrik. “Saya bilang ke semua penyiar: Tiap kali kita duduk di studio, kita sedang ‘berperang’. Penuhi hati dan pikiran akan Tuhan, supaya Tuhan pakai mulut, hati, dan lidah (kita) untuk mengatakan sesuatu yang baik tentang Tuhan,” tutur Salsa, positif dalam menghadapi tantangan teknis yang ada.


Pelayan yang akan terus menjadi saluran berkat

Mendengar tentang perjalanan RMJ, Salsa mengingatkan kita semua akan Filipi 3:14, “Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Bahwa melakukan pelayanan bukan hanya semata sebagai pembuktian kepada orang-orang yang meremehkan kita, tetapi untuk Tuhan. Mungkin hasilnya memang tidak kelihatan saat itu juga, tetapi suatu waktu akan ada saatnya bagi kita untuk menuai hasilnya.

Tetap bertahannya RMJ dalam pasang-surut ini menghadirkan sebuah visi dan misi baru bagi mereka. Agar melalui radio, orang tidak hanya bisa mendengar nama Tuhan, tetapi juga bisa merasakan kehadiran-Nya, “Tubuh kita memang kecil, tapi sayap kita yang besar. Sayap bisa bawa terbang ke mana-mana. Ruang studio kita memang kecil dan sempit, tapi lewat tempat kecil ini kita bisa memberkati banyak orang.” Terbukti, sayap itu pun mampu melampaui jarak dan ruang dengan adanya pendengar setia dari Pontianak, Samarinda, Lampung, Medan, Bengkulu, Papua, Bali, Palu, Bandung, Bekasi, dan masih banyak lagi. Radio streaming memungkinan ini semua terjadi. Dari sekian banyaknya radio populer, Tuhan bekerja melalui cara-Nya untuk mengarahkan orang-orang menemukan RMJ, untuk memenangkan jiwa-jiwa, “Kita kerjakan, sisanya Tuhan.” 

Banyak kolaborasi yang ingin RMJ lakukan, “Dulu saya merasa radio itu berjalan sendiri. Di titik ini, kita pengen saling bantu, saling dukung, barter, akhirnya jadi saling menguatkan.” Berbagi berkat melalui kolaborasi dengan banyak pihak, agar spirit pelayanan semakin powerfull dirasakan banyak orang. Tanpa memikirkan untung dan rugi, menjadi berkat bagi sesama dan orang-orang di sekitar kita, “RMJ mau hadir untuk membagi berkat itu.” Sesuai dengan tagline yang digaungkan RMJ, “Berkat bagi Kota Jepara, Berbagi Kasih dengan Sesama”.



Melayani Tuhan itu kesempatan, bukan beban, secara sukarela kita jalankan. Tetapi sukarela bukan berarti bertindak seenaknya sendiri. Semua penyiar di RMJ memiliki seragam kebanggaan mereka, dengan emblem nama, serta logo-logo. Itu yang mengingatkan mereka untuk selalu melakukan yang terbaik dalam melayani Tuhan. Meskipun mereka adalah awam, tetapi semua pelayanan ini harus dijalani dengan profesional. “Pelayan profesional. Ada nilai lebih bahwa setiap pelayananmu itu sangat berarti. Berbanggalah sama pelayananmu,” pesan Salsa bagi seluruh penyiarnya dan pastinya kita semua.

Tidak ada latar belakang pendidikan media penyiaran maupun public speaking, Salsa yang sempat mengenyam pendidikan psikologi dan teologi terus menekuni bidang media dengan semangat yang membara. Baginya, pelayanan itu tidak ada yang enak, mengacu pada berbagai macam pengalaman hidupnya ketika terlebih dahulu melayani di MDS Indonesia dan Akademi Muria. Tetapi itulah yang mengubah paradigma hidupnya. Belajar banyak hal secara otodidak, diproses dan ditempa Tuhan untuk mendewasakan, “Terkadang kita hanya perlu membuka diri. Kita jadi bisa melihat betapa hebatnya Tuhan itu. Kemuliaan Tuhan yang nyata di depan mata.” Dirinya pun meyakini ketika hambatan dan tantangan itu terjadi, bukanlah semata membuat kita untuk mundur saja, tetapi untuk kita jadikan sebagai rambu pengingat. 

Satu pesan dari Salsa dalam menutup perbincangan kami siang itu, “Melayani itu pilihan, menjadi berkat itu juga pilihan. Jadi selagi ada kesempatan, ambil pilihan itu untuk melayani dan menjadi saluran berkat lewat apapun yang kita kerjakan, agar bisa menjadi kepanjangan tangan Tuhan. Sia-sia di mata manusia tidak apa-apa, karena yang kita layani itu bukan manusia, tapi Tuhan. Dia yang memperhitungkan. Kalau buat Tuhan, kerjakan yang terbaik.”