Amani
"Karibu Nairobi" - tulisan tersebut terpampang di terminal kedatangan Bandara Nairobi, Kenya. Kata “Karibu” adalah sapaan dalam bahasa Swahili (Bahasa Nasional Kenya) yang artinya “selamat datang”, sementara “Nairobi” adalah nama ibu kota Kenya. Ungkapan itu seolah menyapa kedatangan saya, setelah menempuh penerbangan panjang selama kurang lebih 18 jam dari Jakarta. Tidak berhenti di Nairobi, penerbangan harus dilanjutkan selama kurang lebih 45 menit ke Kisumu, kota pelabuhan di Provinsi Nyanza, Kenya bagian barat. Saya terbang bersama dengan utusan Mennonite dari Ethiopia dan Burkina Faso. Sesampainya di Kisumu, kami melanjutkan perjalanan darat menuju Siaya County dengan menggunakan minibus. Kenya adalah negara di Afrika Timur dengan perekonomian terbesar ketiga di Afrika sub-Sahara setelah Nigeria dan Afrika Selatan. Kebanyakan wilayah negara ini beriklim tropis, mirip Indonesia. Mayoritas warga Kenya beragama Kristen (85,5%), sementara penganut agama terbesar kedua (10,9%) adalah Islam.
Agama Kristen dan Islam adalah dua agama dengan populasi penganut terbesar di dunia, perjumpaan keduanya berjalan penuh dinamika. Ada kalanya manis hidup dalam keharmonisan, namun tak jarang berisi tangis dalam konflik dan pertikaian. Sisi gelap hubungan Kristen-Islam sering kali dipicu oleh selubung prasangka negatif satu dengan lainnya. Demi merobohkan sekat-sekat penghalang dan menghadirkan perdamaian Kristen-Islam, para pengikut Yesus Sang Mesias perlu membangun hubungan yang proaktif dan konstruktif. Inilah yang menjadi fokus pelayanan “Peacemaker Confessing Christ International” (PCCI). PCCI diinisiasi oleh alm. David Shenk dari EMM (Eastern Mennonite Mission) dan saat ini dilanjutkan oleh Jonathan Burman, Andres Prince dan Peter Senzening. PCCI berupaya membagikan langkah-langkah konkret untuk menghilangkan rasa takut, membangun kepercayaan dan persahabatan dalam konteks harapan, kepedulian dan perdamaian dengan tetangga Islam melalui kesaksian, pembangunan perdamaian, keramahtamahan, dan dialog. Tahun 2024 ini konferensi perdamaian dan misi PCCI yang kedua diadakan di Kenya.
Konferensi Perdamaian dan Misi PCCI
Konferensi diadakan tanggal 31 Juli-6 Agustus 2024 di K’Obonde Mission Ang’olo Mennonite Church, Madiany-Siaya County. Setidaknya 500 peserta datang silih berganti dari gereja Mennonite di 12 negara di tiga benua yakni Afrika, Asia, dan Amerika. Dari Afrika hadir utusan 10 negara: Rwanda 5 orang, 4 orang Uganda; Ethiopia, CAD, Zambia masing-masing 2 orang; dari Tanzania Burkina Faso, dan Maroko masing-masing mengirim 1 orang; selebihnya utusan dan peserta tuan rumah dari gereja-gereja di Kenya. Sementara dari Amerika diwakili 3 orang, dan dari Asia hanya ada saya seorang. Konferensi tidak digelar di hotel namun dilangsungkan secara sederhana di desa Madiany di Siaya County. Komunikasi dalam konferensi menggunakan tiga bahasa yaitu Inggris, Swahili, dan Somalia. Selama tujuh hari, acara diisi dengan ibadah dan sharing.
Pada kesempatan ini secara bergantian beberapa pembicara memaparkan pelayanan perjumpaan Kristen-Islam. Peter Senzening dan Christy Harison (pasangan dari Amerika yang melayani di CAD) membagikan pendekatan melalui dialog dan pelayanan medis sebagai bidan di klinik persalinan. Andres Prince dari Maroko, Afrika Utara, mengisahkan pertemanan dengan sahabat Islam dan pendekatan bahasa Arab. Abanyeh Anjulo dari Meserete Kristos Church, Ethiopia menuturkan perkembangan pesat bertambahnya anggota di gereja-gereja dengan pendekatan pemuridan. Kari Traore dari Burkina Faso, menceritakan pergumulan penyaksian iman di sana. Orang Kristen melalui pendekatan keramahan (hospitality) mengunjungi teman Islam kala hari raya Idul Fitri dan membantu biaya pemakaman hingga akhirnya bisa terjadi dialog. Selain itu Dave Hubert dari Canada mengemukakan transformasi ruang gereja menjadi pusat pembawa perdamaian melalui “Computer Assisted Learning” (CAL), yaitu pembelajaran dan pengajaran perdamaian didukung komputer.
Sementara saya mempresentasikan beberapa kisah kehidupan bertetangga dan bersaudara dalam relasi Kristen–Islam. Pendekatan persaudaraan lebih kurang 10 tahun yang dilakukan oleh Pdt. Paulus Hartono terhadap Yanni Rusmanto (Komandan Laskar Hizbullah) yang dulu sinis memandang (Kristen) sebagai musuh akhirnya mengalami perubahan paradigma dan malah dapat bekerja sama. Pelayanan kami (GKMI Jepara) menjalin jejaring dengan ketua MUI dan kunjungan ke pondok pesantren setempat menjadi narasi yang membangun perdamaian. Tak ketinggalan karya perdamaian GKMI Tanjung Karang dan GKMI Winong juga menjadi kisah menarik dalam forum PCCI di Kenya. PCCI dan peserta konferensi sangat menaruh respek terhadap pergerakan pelayanan perdamaian GKMI di Indonesia.
Yang unik dalam konferensi PCCI kali ini adalah hadirnya komunitas Islam Somalia. Mereka bukan hanya pasif menjadi pendengar tetapi pimpinan mereka (Musa, Hurush) juga berkesempatan membagikan karya perdamaian dalam mendampingi pengungsi Somalia (korban perang saudara) dan juga hubungan dengan orang Kristen di Kenya. Dialog yang konstruktif pun mengemuka. Konferensi bukan hanya bicara tentang perdamaian melainkan secara nyata merajut perdamaian antara Kristen-Islam. Dalam kesempatan ini, saya berkesempatan menghadiahkan buku “The Radical Muslim and Mennonite” kepada mereka sebagai sarana bertukar pikiran.
Unexpected Peace
“Kedamaian di luar ekspektasi,” film dokumenter perdamaian ini tayang perdana di PCCI Kenya. Ehad (Palestina), Mieke (Canada), dan Jonathan Burman (Amerika Serikat) membidani lahirnya film ini yang dikerjakan di tiga tempat, yakni: Indonesia, Pennsylvania, dan New York. Tiga kisah nyata perdamaian diangkat dalam film ini. Dua kisah perdamaian diinspirasi dari buku “The Radical Muslim and Mennonite” oleh Agus Suyanto dan Paulus Hartono, dan disertasi Jonathan Burman tentang sekolah perdamaian “Jamini” yang terletak di komunitas Islam Sufi di New York. Satu kisah lainnya yaitu pengampunan dan rekonsiliasi Jonas (suku Amish di Pennsylvania yang dua anaknya terbunuh dalam penembakan) dengan Marie (janda pembunuh). Menyentuh hati, rekonsiliasi, perdamaian, pengampunan tanpa syarat, itulah respon dari beberapa penonton film. Secara khusus salah satu peserta dari kaum Islam Somalia menyampaikan bahwa ia mengalami perubahan pikiran setelah menyaksikan film ini. Film ini rencananya juga akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Pengalaman menarik bagi saya di Kenya yaitu berkesempatan menikmati keindahan alam dan kesejukan Danau Victoria (danau tropis terbesar di dunia). Danau ini berada di wilayah tiga negara di Afrika yakni Kenya, Tanzania, dan Uganda. Pada hari Minggu, 4 Agustus 2024 kami naik kapal feri dari Siaya County menyeberangi Danau Victoria (lk 45m) untuk beribadah di sebuah gereja Mennonite di Migori. Selesai ibadah diadakanlah penggalangan dana untuk pembangunan gereja. Setiap orang yang memberikan donasi maju ke depan, dicatat, disebut namanya dan jumlah donasinya, lalu bishop (sebutan pendeta di Kenya) mendoakan orang tersebut. Baik anak-anak hingga orang dewasa berperan aktif memberikan donasi.
Kegiatan Lapangan di Eastleigh Mennonite Church
Setelah makan siang, tanggal 6 Agustus 2024 saya dan rombongan dari Mennonite Amerika dan Ethiopia meninggalkan Siaya County menuju Kisumu. Tak menyia-nyiakan kesempatan langka, kami juga mengunjungi situs batu Unesco Kit Mikayi. Tempat wisata ini merupakan tumpukan beberapa batu besar yang membentuk tugu batu setinggi kurang lebih 70 meter. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Bandara Kisumu dan terbang menuju Nairobi. Dari Nairobi kami menuju Nggong untuk menginap di sana. Di Nggong saya bertemu Samuel (alumni program Yamen) yang pernah tinggal di Yogyakarta. Samuel mengajak saya jalan-jalan di pasar Nggong dan naik ojek motor “cenglu” alias bonceng telu (ditumpangi 3 orang).
Pagi hari 7 Agustus 2024 kami berangkat ke Eastleigh Mennonite Church. Kota Eastleigh seperti “Mogadishu kecil”, banyak orang keturunan Islam Somalia mengungsi dan hidup di daerah padat penduduk ini. Pada tahun 1978 David Shenk membuka pelayanan di tempat ini, kemudian dengan keluarga tinggal lama di sini. Ia merintis pelayanan Eastleigh Fellowship Centre yang kini diteruskan oleh Joseph Kwoma dan tim. Mereka memberikan pelayanan pendidikan (bahasa Inggris, bahasa Mandarin, Matematika, dsb), pelayanan olahraga (fitness dan futsal), pelayanan menjahit, dsb. Baik kalangan Ortodoks, Mennonite, Katolik, dan Islam belajar bersama di tempat pelatihan ini, merajut perdamaian di Eastleigh. Dini hari tanggal 8 Agustus 2024 saya bertolak terbang dari Nairobi ke Jakarta menggunakan pesawat IndiGo (dari India) dan harus transit 15 jam di Bandara Mumbai (India).
Akhirnya 9 Agustus 2024 sore, sampailah kembali ke Jakarta, perjalanan pulang yang lebih panjang. Saya sangat menikmati pengalaman baru di Kenya melihat pelayanan misi dan perdamaian yang dilakukan. Penyesuaian belajar budaya Kenya menjadi tantangan tersendiri. Orang Kenya di Siaya selain makan nasi memiliki makanan khas yaitu “ugali,” yang terbuat dari tepung jagung, tepung sorgum, atau tepung millet. Juga “chapati” yaitu roti pipih berwarna kecoklatan (agak lembek), mirip roti canai. Berkaitan dengan toilet, di kota besar dan hotel menggunakan kloset dan flush seperti di Indonesia, namun di toilet umum dan pedesaan kebanyakan “model blung” (tanpa kloset, minim bahkan kadang tanpa air).
Inilah pengalaman unik yang saya alami dalam mengikuti PCCI Kenya 2024. Mari menjadi pembawa damai Kristus. "Amani!" (Damai dalam bahasa Swahili).