Gereja yang Hidup dalam Cinta dan Damai
Damai adalah sesuatu yang indah dan mudah diupayakan kala kondisi di sekitar kita kondusif dan kooperatif. Namun berbeda halnya bila situasi sekitar justru dipenuhi agresi dan intimidasi. Respons yang jamak ditemui adalah kejahatan yang dibalas dengan kejahatan. Bahkan kalau bisa, dibalas lebih ganas.
Kejahatan dibalas dengan kejahatan adalah pola hidup duniawi
Membalas kejahatan dengan kejahatan adalah bentuk balas dendam. Agar pembalasan tidak brutal, tradisi Yahudi kuno menawarkan model yang lebih adil. Patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi (Imamat 24:20), tak boleh lebih dari itu.
Pada awal mula sejarah berdirinya GKMI, tatkala orang-orang Tionghoa Jepara: Sie Giok Gian, Sie Lian Ing, dan rekan-rekan; berkomitmen menerima Tuhan Yesus, mereka menolak membayar persembahan sembahyang leluhur (tee yan) yang dikelola paguyuban Tiong Hwa Hee Koan (THHK). Sontak orang Tionghoa yang berkeyakinan leluhur—ketika itu menjadi kaum mayoritas—terutama para pengurus THHK naik pitam dan melakukan perundungan pada orang Tionghoa Kristen. Kekerasan verbal terjadi, mereka dituduh bertindak kurang ajar (put hao) dan diejek sebagai “Cina Putihan.”
Secara sosial mereka diasingkan dari pergaulan dan diboikot tidak boleh menggunakan sarana pelayanan sosial hoo soe (perlengkapan pesta), song soe kiok (peralatan kedukaan), dan pendidikan bagi anak. Intimidasi terjadi. Mereka dilempari batu oleh ngo how (para preman bayaran). Tak ketinggalan, Ketua THHK berdiri mencegat di depan gereja, menakut-nakuti orang yang mau berbakti dengan memegang tongkat kayunya.
Kendati demikian, kaum Tionghoa Kristen tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Roma 12:17), tetapi mengedepankan perdamaian. Inilah ciri jemaat Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwe (THKTKH)—sebutan GKMI Jepara di era 1930-an.
Kejahatan dibalas dengan kebaikan adalah pola hidup Sorgawi
Melakukan apa yang baik bagi semua orang, hidup dalam perdamaian, mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Roma 12:17-18 & 21). Meneladani pola hidup sorgawi, komunitas Kristen hidup membagi kasih, mengupayakan damai sejahtera bagi umat dan masyarakat. Ejekan tidak dibalas umpatan, saat dijahati mereka tidak emosi. Kala diboikot, mereka bergotong royong menyediakan hoo soe dan song soe kiok sendiri. Mereka juga memberikan peti mati gratis bagi warga tidak mampu yang mengalami kedukaan. Kala anak-anak tidak bisa sekolah, Sie Lian Ing mengupayakan gedung dan sarana Christelijke Lagere School (Sekolah Dasar Kristen). Inilah cikal bakal SD Masehi. Saat wabah penyakit mematikan melanda, Sie Giok Gian dengan karunia kesembuhan tulus melayani para pembenci. Kejahatan dibalas dengan cinta dan kebaikan. Damai Kristus tampak nyata dihidupi oleh kaum percaya.
Rangkaian peringatan 90 tahun GKMI Jepara
Demikianlah uraian Gema Sabda dalam Ibadah Syukur Sembilan Dekade GKMI Jepara, yang mengusung tema “Gereja yang Hidup Cinta Damai.” Rangkaian besar peringatan HUT ke-90 GKMI Jepara dimulai dengan pelantikan 17 orang penatua dan diaken sebagai Majelis Jemaat periode 2022-2025, pada 17 April lalu. Ketua Majelis Jemaat terpilih adalah Pnt. Heru Seputra.
Gaya hidup membawa damai sejahtera dihadirkan dalam aksi pengobatan gratis bagi 120 warga di Rumah Tahanan kelas IIB Jepara pada 30 Agustus 2022. Aksi ini didukung oleh empat orang dokter. GKMI Jepara juga memberikan tanda kasih bagi Pendeta yang pernah melayani, yaitu Pdt. Mesach Krisetya, Pdt. Yonathan Ibnu Budiono, Pdt. Herodion Pitrakarya Gunawan, Pdt. Bambang Eko Mulyono, Pdt. David Sriyanto, dan keluarga Alm. Pdt. Kornelius Sugiono.
Sukacita peringatan ulang tahun dirayakan dengan kegiatan jalan sehat berhadiah yang diikuti tak kurang dari 200 warga jemaat. Tepat di hari ulang tahun GKMI Jepara, 10 September 2022, anugerah Tuhan semakin sempurna dengan peresmian gedung serbaguna Gombak Sugeng Sekolah Masehi.
Ibadah syukur HUT ke-90 GKMI Jepara
Ibadah Syukur sebagai puncak acara dilangsungkan pada hari Minggu, 11 September 2022, dalam Kebaktian Umum I dan II. Ibadah diadakan dua kali mengingat masih dalam kondisi waspada Covid-19. Dinamika sembilan dekade GKMI Jepara digambarkan dengan dekorasi sembilan bidang di belakang mimbar. Ibadah Syukur ini begitu unik, bercorak irama keroncong yang dipandu oleh tiga orang pemimpin pujian.
Fragmen Sie Giok Gian (Gombak Sugeng) yang melakukan aksi memotong ibu jari tangan kiri membawa pada memori pertobatan dan kekudusan hidup. Bapak Agus Herudin dan Ibu Erci memerankan Sie Giok Gian dan istri dalam fragmen ini, didukung pula beberapa pemain lain (Bapak Sudjatno, Bapak Pieter, Bapak Arifin, dan Bapak Billy). Tak ketinggalan paduan suara gabungan yang terdiri dari 53 orang dari Komisi Anak, Komisi Pria, Komisi Perempuan, dan Komisi Bina Pasutri yang dipimpin oleh Pak Bowo. Mereka dengan megah menyanyikan lagu “Gereja Bangunlah”.
Mengakhiri ibadah, Ketua Majelis Jemaat, Pnt. Heru Seputra, menyerahkan potongan tumpeng kepada Gembala Jemaat GKMI Jepara, Pdt. Slamet Widodo dan Pdt. Agus Suyanto, juga Gembala Jemaat GKMI Cabang Griya Tahunan Indah, Pdt. Sadarman Lase. Puji Tuhan, kendati peringatan ini dilangsungkan dalam situasi pandemi tetapi semua berlangsung lancar.
Dirgahayu ke-90 tahun GKMI Jepara! Kiranya semakin berdampak menjadi gereja yang hidup cinta damai.