Berita GKMI

Growing Together, Glowing Forever

| Kamis, 17 November 2022

Berbekal kerinduan untuk menggerakkan dan mengakrabkan para anggota komisi Youth GKMI Solo, sekaligus sarana healing tipis-tipis semenjak pandemi Covid-19, maka diadakanlah Kemah Remaja atau Youth Camp pada 27-29 Juni 2022 lalu, di Bumi Perkemahan Sekipan, Tawangmangu. Diikuti oleh 26 peserta anggota Youth dan 8 pendamping, acara ini berlangsung menyenangkan sekaligus menjadi pengalaman baru yang tak terlupakan bagi kami semua.

Panitia yang terdiri dari pengurus Youth, kakak pendamping serta pembina, mulai memikirkan konsep acara sejak awal Mei 2022. Sebelumnya, gagasan penyelenggaraan Youth Camp ini disambut baik oleh Hamba Tuhan, Majelis Jemaat, anggota Youth beserta orang tua mereka, apalagi ketika konsep yang disuguhkan adalah camping. Panitia pun kemudian mengerucut menjadi tim acara yang terdiri dari 4 kakak pendamping. Setelah kurang lebih 1,5 bulan memikirkan tema, konsep, dan detail acara, akhirnya dicetuskanlah tema “Growing Together, Glowing Forever”. Mengacu pada tujuan acara ini, di mana kami berharap anggota Youth bisa tumbuh bersama—sesuai dengan kapasitas masing-masing—dan memancarkan terang mereka ke mana pun mereka pergi. 

Mengadaptasi konsep camping ala pramuka, kami pun membagi para peserta camp ke dalam kelompok-kelompok regu dengan ketuanya masing-masing. Dengan sengaja, tim acara menentukan anak-anak yang kami rasa memiliki jiwa kepemimpinan dan mampu untuk mengkoordinir anggota regunya. Tenda tempat mereka tidur pun kami tentukan sesuai dengan regu masing-masing, supaya bonding-nya semakin terjaga. Meskipun pada akhirnya rencana ini gagal karena mereka saling bertukar tempat, mengikuti teman dekatnya. Pemilihan tanggal pun kami tentukan berdasarkan awal libur sekolah, karena anggota Youth yang ikut hampir seluruhnya masih berstatus pelajar SMP dan SMA/K. Cukup disayangkan karena pada akhirnya hanya sedikit anggota Youth mahasiswa/i yang bisa ikut karena berbarengan dengan kesibukan ujian, praktek, dan tugas akhir mereka. 

Berbeda dengan Youth Camp atau retreat seperti biasanya, kami memutuskan untuk tidak terlalu banyak menggunakan “konsep kekristenan” seperti renungan/ibadah pagi/malam, sesi pertobatan, sesi mengingat kebaikan orang tua, dsb. Sebelum memantapkan konsep pun, kami survey kecil-kecilan kepada beberapa anggota Youth dan usulan dari mereka pun kami tampung. Seperti ada yang tidak ingin jadwal acaranya terlalu padat dengan sesi seminar yang membosankan, tidak ingin ada sesi nangis-nangis karena bikin capek, jadwal bangun jangan terlalu pagi, dll. Akhirnya tim acara pun memantapkan untuk memadatkan acara dengan kegiatan bonding melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan secara tim.

Pemilihan konsep inilah yang kemudian kami rasa bisa menjadi kekuatan dalam Youth Camp ini. Pertama, dalam acara camp ini, tiap regu akan mendapatkan giliran untuk bebas berkreasi dalam sesi khusus untuk mereka handle sendiri. Ada regu yang mengajak untuk nyanyi akustikan bersama, gerak dan lagu, serta permainan-permainan yang sangat patut untuk kami apresiasi bersama. Kedua, dalam setiap sesi permainan, tidak ada hukuman bagi regu yang kalah. Ada sesi di mana bagi regu yang kalah, mereka diarahkan untuk melayani teman-temannya yang lain dalam bentuk masakan untuk disantap bersama. Tentu dalam hal ini, anggota regu manapun yang ingin membantu memasak juga diperbolehkan. Menunya pun sederhana, karena bahannya sudah dibantu disiapkan oleh para kakak pendamping—dalam hal ini ibu-ibu pembawa Firman Tuhan dalam ibadah Youth—yang tergabung dalam tim konsumsi. Mengingat tidak mungkin jika dalam acara ini konsumsi di-handle sepenuhnya oleh para peserta dalam mode survival camping yang sesungguhnya.

Selain untuk bonding dan having fun, dalam setiap permainan pun tim acara berharap agar teman-teman peserta bisa mengamalkan nilai-nilai iman Kristen mereka. Seperti kejujuran, saling memaafkan, berkorban untuk teman regunya, sportivitas antar regu, tidak saling menyalahkan, saling percaya, bertanggung jawab akan anggota regunya, saling support meskipun berbeda regu, menolong temannya yang terluka, dan masih banyak lagi. 

Camping tentu belum lengkap tanpa adanya api unggun, apalagi di tengah udara dingin yang menyelimuti camping ground. Sehingga pada malam yang pertama, para peserta kami ajak untuk menampilkan talent show sesuai dengan undian yang sudah mereka peroleh, antara pantomim 3 perikop Alkitab atau joget TikTok lagu “Tuhan Yesus Tidak Berubah”. Regu yang menampilkan pantomim adalah Regu 1, yang diketuai oleh Debby, dengan membawakan cerita Lukas 19, Yohanes 2:1-11, dan Lukas 15:11-16. Sedangkan Regu 3 yang diketuai oleh Oxal menampilkan pantomim dari Matius 14:22-23, Markus 5:1-13, dan Matius 26:14-16. Peserta dari regu lain pun kami ajak untuk menebak cerita apa saja yang sedang mereka tampilkan. Regu 2 yang diketuai oleh Tesa dan Regu 4 oleh Grace pun bergantian menampilkan gerakan TikTok yang sudah mereka pelajari bersama sebelum talent show dimulai.

Api unggun di malam kedua pun kami kemas dengan cara yang berbeda, yaitu sharing bersama dengan kakak pendamping (tim acara), sekaligus menjadi kekuatan ketiga dari konsep Youth Camp ini. Setiap regu kami bawa terpisah dengan kakak pendamping masing-masing ke tempat-tempat yang tersedia di camping ground. Tujuan kami adalah untuk membangun suasana yang intim dan hangat agar peserta bisa saling sharing tentang kehidupan mereka masing-masing, yang tentunya dimulai dari keterbukaan sang kakak pendamping. Setiap peserta pun kami beri kesempatan untuk bicara dalam grup kecil ini, menjawab 4 pertanyaan yang sekiranya bisa memacu mereka untuk bercerita tentang pribadi mereka, bagaimana mereka memaknai hidup dan orang-orang di sekitar mereka. Bisa saya katakan bahwa hal-hal seperti inilah yang seharusnya ada dalam kehidupan bergereja kita. Tidak hanya membahas soal Firman, hubungan antara manusia dengan Tuhan dan sesama, tetapi juga bagaimana antar anggota gereja bisa saling memahami dan mengerti pribadi masing-masing. Apa yang sedang mereka rasakan, alami, bahkan butuhkan saat itu. Saya cukup tergerak untuk melanjutkan aktivitas ini di luar acara, bagaimana pun anak-anak Youth tidak hanya butuh untuk diperhatikan asupan rohaninya, tetapi juga batin dan mentalnya.

Kekuatan keempat adalah sesi-sesi ringan yang kami pecah menjadi 4 sesi di hari kedua dan ketiga. Sesi pertama adalah “Mengenal Aku”, di mana kami menggandeng Hansel, anggota Youth GKMI Solo yang sedang menempuh pendidikan di jurusan Psikologi, untuk mengajak para peserta mengerjakan tes agar lebih mengenal diri mereka dari sisi kepribadian, kelebihan, serta kelemahan diri. Sesi kedua adalah “Mengenal Kita”, bersama dengan Adi—dari tim acara—yang mengajak para peserta untuk menemukan arti diri mereka dalam bentuk karya plastisin. Kemudian setiap dari mereka mempresentasikan karyanya masing-masing, yang selalu disambut oleh tepuk tangan apresiasi dari teman-teman lainnya. Sesi ketiga adalah “Mengenal Sekitar”, dipandu oleh Mas Widodo—dari tim acara juga—yang kami balut dalam bentuk permainan outbound untuk mengeratkan hubungan antar peserta lewat kerja tim. Sesi keempat adalah “Mengenal Semua”, dibawakan oleh Adi dan saya, di mana kami mengemas topik sex education—permintaan dari teman-teman pengurus—dalam balutan materi pengelolaan diri untuk membangun hubungan yang sehat: tidak adanya ketimpangan peran gender, pelecehan dan kekerasan seksual.

Sesi yang paling ditunggu-tunggu, tentunya adalah sesi pembagian hadiah. Namun sebelumnya, kami mengumpulkan para peserta dalam lingkaran besar, lalu memberi mereka selembar kertas besar. Kemudian mereka harus menuliskan namanya masing-masing dan menyerahkan kertas itu ke teman di sebelahnya. Selanjutnya mereka kami minta untuk menuliskan kesan dirinya pada nama teman di kertas yang mereka terima. Begitu terus hingga mereka menerima kertas dengan nama mereka sendiri. Suasana tawa pun mengiringi sesi penutup ini, bahkan ada yang tidak segan untuk menuliskan kalimat candaan maupun pujian terhadap teman-temannya yang semakin mereka kenal dalam 3 hari ini. Ada yang tidak menyangka bahwa temannya ternyata tidak se-pendiam itu, ada yang memuji kecantikan temannya, ada yang mengatakan bahwa pikiran temannya terlalu jorok, dll. Setelah mereka menerima kertasnya kembali—yang sudah penuh dengan kesan dari teman-temannya—kami pun kembali memberi mereka selembar kertas yang berbeda, yaitu kertas berisikan daftar nominasi “Si Paling” yang harus mereka isi.

Sebagai rangkaian acara penutup Youth Camp ini, kami pun mengumumkan regu yang berhasil memenangkan Juara 1, yaitu Regu 1; Juara 2, yaitu Regu 4; dan Juara Harapan yang diraih oleh Regu 2 dan 3, di mana semua regu mendapatkan hadiah kue tart dalam wujud tumpukan snack. Juga pengumuman bagi jumlah vote terbanyak dari nominasi “Si Paling” yang mendapatkan hadiah kalung permen kece. Si Paling “Positive Vibes” jatuh kepada Oxal, Si Paling “Butuh Healing” jatuh kepada Reyvo, Si Paling “Chill” jatuh kepada Samuel, dan Si Paling “Holy” jatuh kepada Grace. Mereka berempat pun saling tidak menyangka jika teman-temannya menganggap bahwa sifat-sifat ini melekat dalam diri mereka. Sebelum foto bersama untuk mengakhiri rangkaian acara Youth Camp ini, para peserta, tim acara, dan ibu-ibu tim konsumsi pun menorehkan kesan kami di atas banner

Harapan kami tentu agar acara ini tidak berlalu begitu saja. Masih ada PR untuk melakukan follow up agar apa yang kami bawa pulang tidak menjadi angin lalu, tetapi harus dipupuk, dijaga, dan dikembangkan. Semoga acara ini bisa kembali kami lakukan di tahun mendatang, atau setidaknya bisa menjadi acara rutin—dengan konsep yang sama atau berbeda—bagi komisi Youth GKMI Solo. Yang pasti, kami melakukan semua ini untuk keberlangsungan jiwa-jiwa muda di gereja, dan hanya bagi kemuliaan nama-Nya.