Mengapa Hamba Tuhan Perlu Menjadi Pemimpin Gereja yang Efektif?
Saat hendak meliput Pendidikan Pendeta Berkelanjutan (PPB) Sinode GKMI pada 26-27 September 2022 di Semarang, ada pertanyaan yang muncul di benak saya, “Lho, para Pendeta GKMI ‘kan banyak yang sudah melayani puluhan tahun, dan pastinya sudah begitu banyak makan asam-garam dalam pelayanan? Tentunya mereka sudah menjadi para pemimpin gereja yang efektif, dong? Lalu apa manfaat dari acara ini?”
Setibanya di ballroom lantai 7 PO Hotel, tempat PPB diadakan, meja pendaftaran sudah penuh dengan para Hamba Tuhan yang mengantri. Apakah mereka juga sama penasarannya dengan saya? Dari bocoran Pdt. Muria Ali, Ketua PGMW II, yang membantu pelaksanaan acara, ini adalah acara Hamba Tuhan Sinode GKMI yang paling banyak dihadiri. Tercatat sebanyak 118 peserta. Acara ini diadakan oleh Bidang PSDM Sinode GKMI bekerja sama dengan GGKMI PGMW II.
Pembicara dari acara sinodal ini juga bukan kaleng-kaleng. Mereka adalah Prof. Sen Sendjaya, Ph.D. dan Dr. Ly-Fie Sugianto. Pak Sen dan Bu Ly-Fie melayani Indonesian Christian Church (ICC), Jemaat Indonesia Scots’ Presbyterian Church, Melbourne, Australia. Visi ICC adalah menjadi gereja yang berpusat Injil (Gospel-centered), berorientasi misi (missional-oriented), dan berbasis komunitas (community-based) untuk menjalankan misinya: Transforming Godless People into Godly Leaders for Jesus Christ.
Secara akademik pun Pak Sen dan Bu Ly-Fie memiliki profil yang sangat mengesankan. Pak Sen adalah seorang dosen Leadership di Swinburne Business School, Australia. Dia meraih gelar Ph.D. dalam bidang Servant Leadership dari Monash University di tahun 2005. Ia telah banyak mengarang buku-buku kepemimpinan termasuk “Personal and Organizational Excellence through Servant Leadership”, “Menghidupi Injil dan Menginjili Hidup”, dan “Leadership Redeemed”. Di bidang pengajaran, Pak Sen telah melatih banyak pemimpin puncak dari perusahaan, pemerintahan, universitas, sekolah, dan gereja di Australia, Amerika, Tiongkok, dan Indonesia. Kualitas pengajarannya telah mendapat banyak penghargaan, salah satunya adalah Australian and New Zealand Academy of Management Best Educator Award 2017. Pak Sen juga terlibat dalam pelbagai pelayanan Grace Alone Ministry (GRAMI).
Bu Ly-Fie adalah seorang Associate Professor di Accounting Information Systems, Monash Business School, dan memiliki keahlian di bidang Data Analytics, juga AI and Machine Learning. Bu Ly-Fie juga telah menerbitkan banyak sekali jurnal penelitian dan dinominasikan sebagai ahli di bidang electricity market oleh ARC College of Experts.
Acara dibuka oleh Pdt. Muria Ali, Pdt. Jakson Rumagit, dan Pdt. Elfriend Sitompul yang memimpin para peserta untuk menyanyikan beberapa pujian. “Acara ini sangat istimewa karena melibatkan pasangan, yaitu suami dan istri para Pendeta dan Pendeta Muda Sinode GKMI. Mereka juga perlu ikut di-training, karena beban pelayanan mereka tidak kalah beratnya dengan para Pendeta!” kata Pdt. Agus W. Mayanto, Ketua Umum Sinode GKMI, mengawali acara ini.
“Nisi Dominus Frusta” demikian ungkapan bahasa Latin yang disampaikan Pak Sen untuk membuka sesi pertama, yang berarti: “Tanpa Tuhan, (kita) frustrasi,” (Mzm 127:1). “Kalau kita membangun pelayanan tanpa Tuhan, kita semakin jauh dari Tuhan. Masalahnya adalah, kalau seorang Hamba Tuhan jatuh, yang berlaku bukan ‘mati satu tumbuh seribu’, tapi ‘jatuh satu mati seribu’. Ingat, jatuh-bangunnya jemaat sangat dipengaruhi oleh pemimpinnya, yaitu apakah sang pemimpin tersebut memiliki kedekatan dengan Tuhan atau tidak!” Wow, statement pembukanya saja sudah sangat menarik, membuat saya dan para peserta semakin antusias mengikuti keseluruhan acara.
Melalui sesi-sesi yang ada, Pak Sen menjelaskan dengan sangat mendalam bahwa para Hamba Tuhan, sehebat apapun dan seberapa berpengalaman pun dia, tidaklah lebih dari seorang berdosa dengan gelar mulia, yang harus terus bergulat dengan the unholy trinity, yaitu iblis, kedagingan diri, dan dunia, yang kesemuanya berusaha untuk membuat seorang Hamba Tuhan keluar dari jalurnya Tuhan. Maka tidak ada cara lain untuk menang dalam pergulatan itu selain melalui Injil, yaitu kuasa Allah yang menyelamatkan (Roma 1:16). Karena itulah hidup seorang Hamba Tuhan haruslah Gospel-centered, yaitu berpusat pada Injil Kristus. “Leadership matters, but the Gospel matters more. Kepemimpinan itu penting, tetapi Injil lebih penting!” demikian salah satu quote Pak Sen yang nancep banget dan terus terngiang-ngiang di pikiran saya.
Beberapa sesi disampaikan secara terpisah, yang satu untuk para Pendeta, dipimpin oleh Pak Sen dan sesi satunya yang dipimpin Bu Ly-Fie untuk para pasangan Hamba Tuhan. Sesi demi sesi disampaikan dengan jelas, sangat applicable, berisi banyak quotes yang padat makna, dan disertai dengan ilustrasi-ilustrasi yang menarik. Para peserta pun diberikan waktu untuk mengisi hand-out dan berdiskusi antar peserta. Antusiasme para peserta ditandai dengan seringnya Pak Sen dan Bu Ly-Fie melayani pertanyaan–bahkan tidak jarang beradu argumentasi–dengan para peserta. Di sela-sela sesi, Pak Sen dan Bu Ly-Fie pun juga menampung curhat dari para peserta. Bahkan di saat makan siang dan snack pun para peserta sering terlihat terlibat dalam diskusi yang seru tentang topik-topik yang disampaikan, seolah waktu sesi yang ada terasa kurang.
“Saya merasa sangat diberkati, terutama dalam hal mengelola diri sendiri agar dapat menjadi pemimpin yang baik di gereja. Memang betul apa yang disampaikan bahwa yang sulit adalah memimpin diri sendiri. Melalui sesi demi sesi saya diingatkan kembali untuk dapat melihat kelemahan-kelemahan yang ada di dalam diri saya, yang dapat menghambat saya untuk menjadi pemimpin yang efektif di gereja, dan bagaimana mengatasinya. Saya sangat bersyukur dapat mengikuti acara Sinode mengenai leadership ini. Dan saya juga merasa acara semacam ini perlu diikuti oleh para pemimpin muda GKMI, sehingga GKMI dapat semakin maju dengan munculnya para pemimpin muda yang efektif. Jika ke depannya ada kesempatan seperti ini, saya pasti akan mengikutinya lagi,” kesan Pdt. Michael Salim, Gembala Jemaat GKMI Pati.
“Ketika saya mengikuti PPB Sinode GKMI ini, saya sangat senang dan sangat bersyukur. Temanya sangat up-to-date, yaitu bagaimana menjadi pemimpin yang efektif. Inilah sejatinya kebutuhan dari GGKMI saat ini. Dan yang saya perhatikan, Pak Sen tidak semata mengajar, tetapi menggalinya dari pengalaman pribadinya dengan Tuhan. Dari situlah muncul kepemimpinan yang berpusat kepada Kristus, yang dari sana terbentuk pola kepemimpinan yang luar biasa dan efektif. Sungguh betul yang disampaikan Pak Sen, kalau kita ingin mengubah orang lain, kita harus mengubah diri kita sendiri terlebih dulu. Ketika hidup kita dipenuhi Injil, maka itulah yang akan membawa perubahan bagi sekitar kita,” tutur Pdt. Iwan Suhartono dari GKMI Bogor.
Dalam wawancara saya di akhir perjumpaan, Pak Sen dan Bu Ly-Fie pun berpesan kepada Sinode GKMI, “Memperlengkapi para Hamba Tuhan berikut pasangannya masing-masing adalah program yang baik sekali. Pelayanan Hamba Tuhan adalah tugas yang berat. Karenanya kami selalu merasa ‘berhutang’ untuk memperlengkapi mereka agar dapat melayani di ladang yang telah Tuhan percayakan. Mereka perlu dihibur dan dikuatkan.
Dari feedback yang kami dapatkan, jabat tangan dan pancaran wajah, mereka sangat antusias menyambut materi, tips, dan framework yang dapat dipakai dalam pelayanan mereka. Kami senang mendengar bahwa ini merupakan salah satu training yang terbesar untuk para Pendeta yang pernah diadakan Sinode GKMI. Satu hal yang sangat penting bagi kami adalah jika mereka menemukan kembali, rediscover, kebenaran Injil, dan ternyata itu relevan dalam kehidupan pribadi dan pelayanan. Ada sukacita yang sangat besar. Itulah apa yang kami tangkap dalam dua hari ini.
Pasangan para Hamba Tuhan sering terlupakan, padahal mereka juga perlu diperlengkapi. Karena itu kami, terutama Bu Ly-Fie, sangat tersentuh dengan kepekaan Sinode GKMI untuk mengadakan acara ini, karena dia sendiri adalah pasangan Hamba Tuhan. Saya yakin para pasangan Hamba Tuhan sangat menghargai kerinduan Sinode GKMI dalam acara ini karena mereka diperhatikan dan dipedulikan.
Pesan kami untuk Sinode GKMI, biarlah momen ini menjadi titik balik, ada suatu excitement yang baru, agar setiap kita kembali menjadikan Injil sebagai dasar, motivasi, dan tujuan dari pelayanan semua gereja di bawah Sinode GKMI. Dan memang perlu waktu untuk mengendapkan dan mengejawantahkan Injil dalam setiap area kehidupan bergereja. Gereja selalu hanyalah satu generasi dari kepunahan. Gereja menjadi tidak relevan, kering, dan dianggap kuno karena mereka tidak lagi membawa Injil ke dalam situasi fundamental maupun pergumulan eksistensial. Injil Kristuslah yang menjadikan kita energized dan antusias untuk melayani Tuhan. Pada akhirnya, kami berdoa kiranya kasih Kristus memelihara keluarga-keluarga Hamba Tuhan GKMI. Tuhan memberkati.”
Di akhir acara ini, akhirnya saya menemukan jawaban dari pertanyaan di awal tadi. Justru karena para Hamba Tuhan sudah lama melayani dan makan asam-garam kehidupan, mereka harus selalu disegarkan kembali akan tugas dan panggilan pelayanan, dikalibrasi ulang, agar tetap berfokus hanya kepada Kristus dan Injil-Nya, karena Dialah Yang Empunya pelayanan.
Saya pun bersyukur dan merasa sangat-sangat diberkati melalui acara ini. Saya sangat yakin para Hamba Tuhan GKMI pun membawa pulang banyak sekali bekal yang berguna untuk pelayanan mereka ke depannya. Semoga di waktu-waktu yang akan datang acara-acara semacam ini dapat semakin sering diadakan. Sebelum kami berpisah, saya pun menyampaikan kesan saya kepada Pak Sen dan Bu Ly-Fie, “My heart is on fire right now!” dan mereka menjawab, “That’s great! Carry on and see you next time!”