Berita GKMI

Sunday Worship: A Living Sacrifice

| Rabu, 28 Februari 2024

“Karena itu, Saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna,” (Roma 12:1-2, TB2).

Bagian dari surat Rasul Paulus ini sudah tidak asing bagi kita, bahkan mungkin sudah menghafalnya. Tetapi, apakah kita sudah sungguh-sungguh memahami maknanya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita? Melalui artikel singkat ini, kita akan mencoba melihat apa artinya menjadi persembahan yang hidup bagi Allah.

Roma 12:1-2 muncul setelah penjelasan panjang lebar Rasul Paulus di pasal-pasal sebelumnya, tentang aksi penyelamatan Allah yang ditutup dengan sebuah pernyataan doksologi di pasal 11, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.” Artinya, menjadi persembahan yang hidup adalah sebuah respons terhadap karya keselamatan yang sudah kita terima. Sama seperti bangsa Israel yang sudah dilepaskan dari perbudakan Mesir dan mengikat perjanjian dengan Allah untuk beribadah kepada Allah saja, kita juga sudah dibebaskan dari belenggu dosa dan mengikat perjanjian dengan Yesus Kristus untuk beribadah hanya kepada-Nya. Dalam Alkitab, istilah beribadah tidak mungkin dilepaskan dari ikatan perjanjian. Selain itu, ibadah dalam Alkitab sangat erat kaitannya dengan mempersembahkan korban. Rasul Paulus yang adalah seorang Farisi sangat memahami konsep ini. Itulah sebabnya dia menggunakan konsep persembahan korban untuk menggambarkan bagaimana kita berespons terhadap karya keselamatan Tuhan Yesus. 

Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel mempersembahkan korban bakaran, korban sajian, korban penghapus dosa, korban penebus salah, dan korban keselamatan berupa binatang atau hasil bumi lainnya. Korban-korban ini hanya boleh dipersembahkan kepada Allah, dan tidak boleh kepada berhala lain. Persembahan korban juga dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan di tempat tertentu. Keluaran 4:22-23 dan Ulangan 12:5 menunjukkan kepada kita mengenai konsep pengudusan ruang dan waktu. Ketiga hal inilah yang dilanggar oleh orang Israel sehingga mereka dihukum Allah. Setiap kali mereka jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala, mereka mempersembahkan korban kepada ilah lain (berhala), mereka melanggar sabat Allah (waktu), dan mereka menyembah bukan di Bait Allah (tempat). Ketika Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat Roma untuk mempersembahkan diri mereka sebagai persembahan yang hidup, yang ia maksud adalah menghindari berhala dengan mendedikasikan ruang dan waktu hidup mereka kepada Allah yang sejati.

Dalam konteks sekarang, bagaimana cara kita untuk mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup? Bagi Rasul Paulus, caranya ialah dengan pembaruan budi sehingga kita tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Dunia ini menawarkan berbagai berhala untuk kita sembah selain Allah. Menurut Tim Keller, David Powlison, dan Dick Keyes, ada empat berhala utama yang sangat kuat berakar dalam hati kita, yaitu berhala kenyamanan, berhala penerimaan, berhala kontrol, dan berhala kuasa. Ada sebuah mekanisme yang Allah sediakan bagi setiap kita untuk membersihkan diri dari berhala-berhala dan mempersembahkan ruang dan waktu hidup kita sebagai persembahan yang hidup kepada-Nya, yaitu ibadah Minggu. Ketika kita datang beribadah ke gereja setiap hari Minggu, sesungguhnya kita secara langsung sedang berperang melawan berhala-berhala di hati kita.


Berhala kenyamanan

Dunia menawarkan hidup yang nyaman dan bebas dari masalah melalui cara-cara yang tidak sepatutnya, yaitu dengan menjadi pasif, menjadi “yes man”, dengan lari dari persoalan hidup melalui alkohol, judi, pornografi, dsb. Namun, Allah menawarkan damai-Nya yang senantiasa beserta kita meskipun kita sedang berada di tengah badai. Damai ini dapat kita sambut ketika kita datang ke dalam ruang ibadah, meskipun hidup kita tidak sedang baik-baik saja. Sebagian orang di luar sana berpikir bahwa untuk masuk ke hadirat Allah, kita perlu mood yang baik dan hidup yang beres. Tetapi, Alkitab menunjukkan bahwa datang dengan hati yang hancur kepada Allah justru membuat kita menemukan damai. Contohnya ada dalam Mazmur 4. Di sana kita menemukan bahwa Daud menemukan damai di dalam Allah meskipun dia tengah mengalami kesesakan karena musuh. Mari kita mempersembahkan diri kita dengan pembaruan budi dengan masuk ke hadirat Allah untuk mencari kedamaian di tengah badai hidup.


Berhala penerimaan

Dunia menawarkan penerimaan dari orang lain melalui cara-cara duniawi, yaitu dengan menjadi penjilat, menjadi orang yang berkompromi, dengan memakai topeng, dsb. Namun, Allah sudah menerima kita apa adanya. Tuhan Yesus sudah mati bagi kita ketika kita masih berdosa. Penerimaan Allah ini dapat kita sambut ketika kita datang beribadah, terlebih lagi ketika kita menghampiri meja perjamuan-Nya. Ketika kita berpikir Allah tidak akan menerima kita karena kita bukan orang yang baik, sesungguhnya kita sudah jatuh ke dalam jerat iblis. Iblis mengintimidasi kita dengan dosa-dosa kita untuk menjauhkan kita dari Allah. Jangan biarkan intimidasi dari iblis menghalangi kita datang kepada-Nya. Jangan mencari penerimaan dari manusia, sebab penerimaan dari manusia sifatnya bersyarat dan sementara. Sedangkan, penerimaan dari Allah sifatnya tidak bersyarat dan kekal. Mazmur 51 menunjukkan bahwa Allah berkenan kepada Daud setelah ia mengakui dosanya dan datang kepada Allah dengan hati yang haus akan kebenaran (ay. 21). Mari kita mempersembahkan diri kita dengan pembaruan budi dengan masuk ke hadirat Allah karena mengetahui bahwa Ia senantiasa menerima kita apa adanya.


Berhala kontrol

Dunia menawarkan kontrol atas hidup kita melalui cara-cara yang bertentangan dengan Alkitab, yaitu dengan bersandar pada kemampuan diri, bersandar pada kekayaan, dsb. Namun, Allah sesungguhnya berdaulat atas setiap bagian hidup kita. Allah sudah memberkati kita dan akan terus memelihara kita. Berkat ini dapat kita sambut tatkala kita datang ke hadirat-Nya membawa ucapan syukur. Orang duniawi berpikir bahwa kita bersyukur ketika kita menerima hal-hal yang baik. Mereka khawatir akan penghidupan mereka, padahal Allah memelihara burung di padang sekalipun burung itu tidak menanam atau menuai (Mat. 6:26). Alkitab menunjukkan bahwa kita akan menikmati hidup kita dengan apa yang Allah berikan kepada kita ketika kita senantiasa mengucap syukur. Mazmur 67 menunjukkan bahwa belas kasihan Allah, keadilan Allah, dan berkat Allah itu cukup untuk seluruh bumi. Mari kita mempersembahkan diri kita dengan pembaruan budi dengan masuk ke hadirat Allah membawa ucapan syukur dan puji-pujian atas kemurahan-Nya dan keadilan-Nya.


Berhala kuasa

Dunia menawarkan kekuasaan dan pengaruh atas dunia dengan cara-cara kegelapan, yaitu dengan manipulasi, dengan suap, saling sikut, dsb. Namun, Allah sesungguhnya sudah membeli kembali seluruh dunia untuk kemuliaan Yesus Kristus. Kebenaran Allah-lah yang mengerjakan semua ini, bukan kebenaran manusia. Kita menyambut kuasa ini ketika kita datang ke hadirat Allah dan memanjatkan doa syafaat kita atas bangsa kita, pekerjaan kita, orang-orang di sekitar kita, dst. Terlebih lagi kalau setelah pulang kebaktian kita sungguh-sungguh menyerahkan diri untuk menjadi agen perubahan di marketplace kita dengan cara bekerja dengan penuh integritas, tidak mengeluh, bekerja dengan standar tertinggi, melayani orang lain, rajin, dsb. Dengan demikian, kita menyatakan kedaulatan dan kuasa Allah atas dunia ini. Mazmur 21 menunjukkan bahwa keperkasaan Allah-lah yang mengerjakan semua kemenangan atas hidup Daud, dan bukan kemampuan Daud sendiri. Mari kita mempersembahkan diri kita dengan pembaruan budi dengan masuk ke hadirat Allah membawa doa syafaat kita bagi dunia dan pulang dengan tekad menjadi jawaban atas doa-doa tersebut.

Kesimpulannya, kita semua dapat menjadi persembahan yang hidup melalui ibadah Minggu ketika kita datang ke hadirat Allah untuk menyambut pembaruan budi yang Ia sediakan di dalam damai sejahtera-Nya, kasih penerimaan-Nya, kedaulatan-Nya, dan kebenaran-Nya. Kiranya setiap kita dapat menghayati ibadah yang kita lakukan setiap minggu dengan kesadaran bahwa kita sedang menyucikan diri kita dari berhala-berhala hidup kita. Amin.